Dua studi lapangan yang terpisah telah dilalmkan di Lembah Baliem (138°30'- 139°30' BT dan 34°0' - 4200'LS) Papua untuk mengidentifikasi jenis-jenis tanaman berguna bagi suku Dani yang hidup di lembah tersebut. Studi lapangan pertama dilakukan selama lima bulan (Maret - Juli 1994) di Mume-Kuyawage dan Mapnduma. Studi ini merupakan bagian dari program kajian ekologi Taman Nasional Lorentz dari WWF. Studi kedua merupakan observasi singkat (21 - 26 Mei 2005) di sekitar
kota Wamena yakni Kumima, Siapkosi, Napua, Sinakma, Pisugi, Wanima, Sunili, Tulem dan Woma. Studi ini bagian dari penelitian usaha peternakan tradisional kerjasama Dinas Peternakan Kabupaten Jayawijaya, International Potato Centre (CIP) Bogor and South Australian Research and Development Institute (SARDI). Investigasi langsung dilakukan diikuti dengan wawancara semi-struktural untuk menghimpun informasi ten tang jenis tanaman berguna yang biasanya dimanfaatkan oleh suku Dani. Kedua studi lapangan ini berhasil mengidentifikasi minimal 35 jenis tanaman berguna yang dimanfaatkan suku Dani untuk berbagai keperluan, contohnya untuk bahan konstruksi, kayu bakar, pangan, peralatan dapur dari berburu serta sebagai ornament budaya atau ritual tertentu (Tabel 1). Pemanfaatan jenis tanaman sebagai bahan bangunan sangat bervariasi diantara suku-suku di Papua. Tujuh jenis tanaman diidentifikasi sebagai bahan bangunan yang umum digunakan oleh suku Dani. Misalnya untuk bahan bangunan banyak digunakan Podocarpus papuana sebagai panel dinding bagian dalam, sedangkan bagian luar terbuat dari Araucaria cunninghamii, Paraserianthes faltacaria dan beberapa jenis kayu keras lainnya. Imperata cylindrica atau daun palem (Calamussp.) dimanfaatkan baik untuk atap rumah maupun kandang ternak babi. Sedikit berbeda dengan suku-suku yang mendiami wilayah pesisir, misalnya kelompok etnik di
Pulau Rumberpon memanfaatkan kelompok tanaman bakau sebagai bahan konstruksi
rumah mereka (Leonard et al., 2003). Jenis yang sama digunakan secara umum oleh suku
Dani Paraserianthes falcataria juga digunakan oleh suku Wondama di Desa Tandia di Wasior
sebagai bahan konstruksi(Worabai et al.,2001). Pemanfaatan jenis tanaman tertentu
sebagai kayu bakar merupakan hal yang umum dilakukan oleh kelompok masyarakat yang mendiami daerah sekitar hutan. Dalam penelitian ini ditemukan 17 jenis tanaman digunakan
secara luas oleh suku Dani sebagai sumber kayu bakar. Studi Peday (2004) di daerah dataran
tinggi di Jayawijaya berhasil mengidentifikasi jenis tanaman lain yang digunakan oleh suku Dani sebagai kayu bakar. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jenis-jenis tanaman untuk kayu bakar oleh masyarakat Dani masih lebih rendah dibanding masyarakat di Timor Barat, yang memanfaatkan kurang lebih 21 jenis tanaman (Pulunggono, 1999). Studi yang dilakukan Rachman et al., (1996) di enam desa (Mukoko, Wouma, Walesi, Hubkosi, Honelama dan Kosilapok) di kota Wamena mengungkapkan bahwajenis tanaman tertentu umumnya digunakan sebagai kayu bakar antara lain Bischofia javanica, Casuarina sp., Greviela papuana dan Paraserianthes faltacaria. Jenis lainnya adalah Phyllocladus hypophyllus, Papuacedrus papuanus, Dendrocnide peltata, Podocarpus amarus, Podocarpus neriifolius, Elaeocarpus sp, dan Araucaria klinki secara teratur dimanfaatkan sebagai kayu bakar di daerah dataran tinggi Wamena.
kota Wamena yakni Kumima, Siapkosi, Napua, Sinakma, Pisugi, Wanima, Sunili, Tulem dan Woma. Studi ini bagian dari penelitian usaha peternakan tradisional kerjasama Dinas Peternakan Kabupaten Jayawijaya, International Potato Centre (CIP) Bogor and South Australian Research and Development Institute (SARDI). Investigasi langsung dilakukan diikuti dengan wawancara semi-struktural untuk menghimpun informasi ten tang jenis tanaman berguna yang biasanya dimanfaatkan oleh suku Dani. Kedua studi lapangan ini berhasil mengidentifikasi minimal 35 jenis tanaman berguna yang dimanfaatkan suku Dani untuk berbagai keperluan, contohnya untuk bahan konstruksi, kayu bakar, pangan, peralatan dapur dari berburu serta sebagai ornament budaya atau ritual tertentu (Tabel 1). Pemanfaatan jenis tanaman sebagai bahan bangunan sangat bervariasi diantara suku-suku di Papua. Tujuh jenis tanaman diidentifikasi sebagai bahan bangunan yang umum digunakan oleh suku Dani. Misalnya untuk bahan bangunan banyak digunakan Podocarpus papuana sebagai panel dinding bagian dalam, sedangkan bagian luar terbuat dari Araucaria cunninghamii, Paraserianthes faltacaria dan beberapa jenis kayu keras lainnya. Imperata cylindrica atau daun palem (Calamussp.) dimanfaatkan baik untuk atap rumah maupun kandang ternak babi. Sedikit berbeda dengan suku-suku yang mendiami wilayah pesisir, misalnya kelompok etnik di
Pulau Rumberpon memanfaatkan kelompok tanaman bakau sebagai bahan konstruksi
rumah mereka (Leonard et al., 2003). Jenis yang sama digunakan secara umum oleh suku
Dani Paraserianthes falcataria juga digunakan oleh suku Wondama di Desa Tandia di Wasior
sebagai bahan konstruksi(Worabai et al.,2001). Pemanfaatan jenis tanaman tertentu
sebagai kayu bakar merupakan hal yang umum dilakukan oleh kelompok masyarakat yang mendiami daerah sekitar hutan. Dalam penelitian ini ditemukan 17 jenis tanaman digunakan
secara luas oleh suku Dani sebagai sumber kayu bakar. Studi Peday (2004) di daerah dataran
tinggi di Jayawijaya berhasil mengidentifikasi jenis tanaman lain yang digunakan oleh suku Dani sebagai kayu bakar. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jenis-jenis tanaman untuk kayu bakar oleh masyarakat Dani masih lebih rendah dibanding masyarakat di Timor Barat, yang memanfaatkan kurang lebih 21 jenis tanaman (Pulunggono, 1999). Studi yang dilakukan Rachman et al., (1996) di enam desa (Mukoko, Wouma, Walesi, Hubkosi, Honelama dan Kosilapok) di kota Wamena mengungkapkan bahwajenis tanaman tertentu umumnya digunakan sebagai kayu bakar antara lain Bischofia javanica, Casuarina sp., Greviela papuana dan Paraserianthes faltacaria. Jenis lainnya adalah Phyllocladus hypophyllus, Papuacedrus papuanus, Dendrocnide peltata, Podocarpus amarus, Podocarpus neriifolius, Elaeocarpus sp, dan Araucaria klinki secara teratur dimanfaatkan sebagai kayu bakar di daerah dataran tinggi Wamena.
Tabell. Jenis tanaman yang dimanfaatkan suku Dani dalam aktivitas hariannya
Spesies
|
Nama Lokal
|
Pemanfaatan
|
Acalypha
amentacea
|
Lesane
|
Daun
kering untuk menggulung tembakau, ranting keras untuk
kayu
bakar, kulit elastis untuk keranjang dan bahan rajutan
untuk tas serta bahan untuk pakaian wanita
|
Alpinia
brevituba
|
Jewi
|
Bumbu mempunyai aroma spesial sepertijahe
|
Araucaria
cunninghamii
|
Sien
|
Bahan konstruksi, kayu bakar dan peralatan berburu
|
Alyxia
floribunda
|
Ilak-ilak
|
Kulit digunakan untuk bahan rajutan tas wanita
|
Baeckea
frustescens
|
Wileh-wileh
|
Bahan kayu bakar
|
Bischofia
ja van ica
|
Pum
|
Bahan kayu bakar yang baik
|
Calamus prattianus
|
Mul
|
Bahan pembuat tali, keranjang, peralatan pertanian dan alat
berburu (panah dan busur) |
Castanopis acuminatissima
|
Heye
|
Buahnya dapat dimakan, kayu untuk konstruksi, pagar dan kayu
bakar |
Casuarina sp.
|
Kasuari
|
Bahan kayu bakar yang baik
|
Cordyline terminalis
|
Jabe
|
Dahan dan ranting untuk kayu bakar, dan daun digunakan dalam
tarian upacara adat |
Dacydium elatum
|
Wapi
|
Kayu bakar
|
Dawsonia beccari
|
Wurigi
|
Dahan keras digunakan untuk bahan rajutan rok wanita
|
Eleocharis dulchis
|
Sali
|
Bahan rok wanita
|
Ficus aderosperma
|
|
|
Greviela papuana
|
Hule
|
Kayu kering digunakan untuk pagar dan kayu bakar, sedangkan
kulit kayu sebagai bahan rok wanita |
Helichrysum bracteatum
|
Wip
|
Kayu bakar
|
Imperata cylindrica
|
Bunga Kurulu
|
Bunga dengan nilai jual tinggi
|
Ipomoea batatas
|
Alang-alang
|
Bahan atap rumah dan kandang temak
|
Lagenaria siceraria
|
Hipere
|
Sumber makanan utama suku Dani
|
Metrosideros pul/ei
|
Sika / holim
|
Buahnya dikonsumsi, bunga kering berbentuk seperti botol
digunakan sebagai tempat menyimpan air dan darah dalam upacara adat. Buah yang berbentuk panjang dan lurus digunakan sebagai "koteka" pelindung penis |
Mussaenda reindwardtiana
|
Selon
|
Kayu keras yang digunakan sebagai bahan konstruksi, pagar,
alat penggali, tombak dan kayu bakar |
Pandanus conoideus
|
Pit-pit engka
|
Daun muda digunakan sebagai bahan alas "noken" keranjang
yang sering digunakan untuk memikul barang. |
Pandanus julianettii
|
Saik-eken
|
Minyak digunakan untuk memasak bahan makanan dan
ampasnya merupakan pakan temak babi |
Pandanus pectinatus
|
Saluke
|
Buahnya dikonsumsi sedangkan daun biasanya digunakan
sebagai payung dan bahan atap pondok di hutan |
Paraserianthes faltacaria
|
Saim
|
Daun menggantikan fungsi payung dan sebagai bahan tikar
|
Piper gibbilimbum
|
Wiki
|
Terkadang digunakan sebagai bahan pagar tetapi umumnya
dimanfaatkan untuk kayu bakar |
Pittosporum ramiflorum
|
Munika
|
Kayu dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan bijinya dipakai
anak-anak untuk bermain perang-perangan |
Podocarpus papuana
|
Farahab
|
Kayu bakar dan komponen konstruksi
|
Setaria palmifolia
|
Sowa
|
Dauan dikonsumsi, dimasak dengan cara "bakar batu" - cara
tradisional memasak dengan batu yang panas |
Wendlandia paniculata
|
Sugun |
Dahan dan ranting kering digunakan sebagai pagar dan kayu
bakar |
Kelompok etnik yang mendiami wilayah pesisir Papua, mengambil keuntungan dari jems bakau yang penyebaran dan kelimpahannya cukup tinggi, misalnya kelompok masyarakat di Supiori Selatan di Biak Numfor yang memanfaatkan jenis mangrove sebagai kayu bakar (Mamoribo et al., 2003). Hal yang sama juga ditemukan pada suku Inanwatan di Sorong, memanfaatkan beberapa jenis bakau seperti Ceriops decandra, Avicennia sp., Rhizophora sp., dan Sonneratia sp. sebagai sumber energi dan kayu bakar (Prayitno et al., 2002). Kelompok masyarakat Senebuay di Pulau Rumberpon memanfaatkan delapan jenis bakau untuk berbagai tujuan antara lain kayu bakar, obat-obatan dan peralatan berburu (Leonard, et al., 2003). Jika ditinjau menurut aspek ketahanan pangan, meskipun tidak terlalu banyak yang diungkap selama pengamatan, beberapa jenis tanaman berhasil teridentifikasi dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan secara khusus bagian buahnya antara lain: Ipomoea batatas, Lagenaria siceraria, dan Pandanus julianettii. Terbatasnya waktu pengamatan di lapangan mempengaruhi jumlah jenis yang dimanfaatkan oleh suku Dani sebagai sumber pangan. Hasil ini lebih rendah dibandingkan temuan di suku Wondama di Wasior, yang memanfaatkan 24 species tanaman sebagai sumber pangan mereka Worabai et al., (2001). Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi sembilan jenis tanaman yang dimanfaatkan untuk tujuan sosial budaya misalnya sebagai ornament dalam kegiatan ritual budaya setempat. Pemanfaatan jenis tanaman untuk tujuan sosial budaya juga dilakukan oleh kelompok etnik di wilayah pesisir, misalnya di Kepala Burung, empat species mangrove dimanfaatkan untuk tujuan sosial dan budaya oleh kelompok etnik lokal di Senebuay, Pulau Rumberpon (Leonard et al., 2003). Di hutan dataran rendah Bayeda di Teluk Arguni, dua species palem dimanfaatkan untuk ritual budaya oleh komunitas masyarakat setempat (Neg a et al., 2003). Studi ini hanya sedikit menemukan jenis tanaman obat tradisional, karena memang fokus pengamatan lebih banyak tertuju pada jenis tanaman yang digunakan sehari-hari seperti kayu bakar dan bahan konstruksi.
Namun kami masih percaya bahwa suku Dani, seperti suku-suku asli Papua lainnya, masih mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi pada jenis tanaman tertentu sebagai sumber obat tradisional. Walaupun pada saat ini pelayanan medis modem telah disediakan oleh pemerintah maupun swasta. Pendapat ini sejalan dengan hasil kajian kajian di beberapa daerah lain di Papua. Misalnya di Pulau Mansinam Manokwari, Hamzah et al., (2003) mengidentifikasi 25 jenis tanaman obat, 19 diantaranya obat untuk mengobati penyakit manusia. Bagian tanaman yang banyak dimanfaatkan yaitu daun (kurang lebih 18 jenis). Hal yang sama dijumpai pada suku Wiekhaya di Arso, Jayapura yang memanfaatkan daun dari 21 jenis tanaman (dari 41 jenis) digunakan sebagai obat tradisional (Suebu et al., 2002). Suku Maibrat di Sorong menggunakan kurang lebih 40 jenis tanaman obat (30 famili) dalam kehidupan sehari-hari mereka (Howay et al., 2003). Menurut Pulunggono (1999) 22 jenis tanaman obat (13 famili) umumnya merupakan produk hasil hutan yang dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional masyarakat Amarasi di Kupang, Mollo dan Amanatun di Timor Tengah Selatan. Jenis tersebut masih lebih sedikit jika dibandingkan penggunaan tanaman obat di Sumatera Utara (Simbolon, 1994). Berdasarkan pengamatan di lapangan, wawancara serta hasil penelusuran sejumlah pustaka yang relevan, diketahui bahwa jenis tertentu bukan merupakan tanaman asli Lembah Baliem, tetapi sekarang tumbuh dan menyebar di sekitar lokasi penelitian. Beberapa jenis yang dicatat oleh Wiriadinata et al., (1992) seperti Acalypha amentacea yang berasal dari wilayah tropis di Amerika diintroduksi ke Lembah Baliem oleh misionaris, dan Helichrysum bracteatum diintroduksi ke Tiom sekitar tahun 1966, dan saat ini umumnya ditemukan menyebar di beberapa tempat di sekitar lembah. Selain itu Solanum sp dan Passiflora indica juga merupakan species introduksi yang dilakukan oleh misionaris dan dikenal sebagai jenis buah yang dikonsumsi sampai dengan saat ini (Jonias Kogoya pers.comm, 2006).
Sumber : http://www.papuaweb.org/dlib/jr/pattiselanno/2007c.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar